Minggu, 27 November 2011

Pelanggaran tentang hak atas kekayaan intelektual

Hak cipta(lambang internasional:©, Unicode: U+00A9) adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karyakoreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputersiaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).
Contoh Kasus Pelanggaran HAKI
Dewasa ini internet telah menjadi bagian penting dari kehidupan moderen yang memerlukan segala sesuatu aktivitas yang serba cepat, efisien. Namun, sisi negatif nya adalah kehadiran internet bisa pula memudahkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran di bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) terutama masalah Hak Cipta.
Perlindungan Hak Cipta di Jaringan Internet
Biasanya sebuah website terdiri dari informasi, berita, karya-karya fotografi, karya drama, musikal, sinematografi yang kesemuanya itu merupakan karya-karya yang dilindungi oleh prinsip-prinsip tradisional Hak Cipta sebagaimana yang diatur dalam UU NO 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Contoh Pelanggaran Hak Cipta di Internet
- Seseorang dengan tanpa izin membuat situs penyayi-penyayi terkenal yang berisikan lagu-lagu dan liriknya, foto dan cover album dari penyayi-penyayi tersebut. Contoh : Bulan Mei tahun 1997, Group Musik asal Inggris, Oasis, menuntut ratusan situs internet yang tidak resmi yang telah memuat foto-foto, lagu-lagu beserta lirik dan video klipnya. Alasan yang digunakan oleh grup musik tersebut dapat menimbulkan peluang terjadinya pembuatan poster atau CD yang dilakukan pihak lain tanpa izin. Kasus lain terjadi di Australia, dimana AMCOS (The Australian Mechanical Copyright Owners Society) dan AMPAL (The Australian Music Publishers Association Ltd) telah menghentikan pelanggaran Hak Cipta di Internet yang dilakukan oleh Mahasiswa di Monash University. Pelanggaran tersebut terjadi karena para Mahasiswa dengan tanpa izin membuat sebuah situs Internet yang berisikan lagu-lagu Top 40 yang populer sejak tahun 1989 (Angela Bowne, 1997 :142) m Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk.
- Seseorang tanpa izin membuat situs di Internet yang berisikan lagu-lagu milik penyanyi lain yang lagunya belum dipasarkan. Contoh kasus : Group musik U2 menuntut si pembuat situs internet yang memuat lagu mereka yang belum dipasarkan (Angela Bowne, 1997 :142) dalam Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk.
- Seseorang dengan tanpa izin membuat sebuah situs yang dapat mengakses secara langsung isi berita dalam situs internet milik orang lain atau perusahaan lain. Kasus : Shetland Times Ltd Vs Wills (1997) 37 IPR 71, dan Wasington Post Company VS Total News Inc and Others (Murgiana Hag, 2000 : 10-11)dalam Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk.
Namun, saat ini (Membagi) suatu berita oleh Situs berita sudah merupakan sebuah nilai yang akan menaikan jumlah kunjungan ke situs berita itu sendiri, yang secara tidak langsung e(Membagi) berita ini akan menaikan k situs berita dan mendatangkan pemasang iklan bagi situs berita itu sendiri. Misalnya beberapa situs berita terkenal Indonesia menyediakan share beritanya melalui facebook, twitter, lintasberita.com dan lain-lain.

Maka,e ini secara tidak langsung telah mengijinkan orang lain untuk berbagi berita melalui media-media tersebut dengan syarat mencantumkan sumber berita resminya. Maka dalam kasus ini, Hak Cipta sebuah berita telah diizinkan oleh pemilik situs berita untuk di share melalui media-media lain asalkan sumber resmi berita tersebut dicantumkan. Hal ini sesuai dengan Pasal 14 c UU No 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, dimana :

Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta pengambilan berita aktual (berita yang diumumkan dalam waktu 1 x 24 jam sejak pertama kali diumumkan) baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan Surat Kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap
CONTOH PELANGGARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Produk Bajakan di Pasar Atom Kembali Marak
Barang yang banyak dibajak di antaranya produk software.
Pasar Atom yang menjadibenchmark perdagangan produk bajakan di Surabaya kini kembali marak. Fenomena ini bukan tanpa sebab.

Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Rekaman Video Indonesia (Asirevi) Wihadi Wiyanto, hal itu diduga karena menurunnya upaya penegakan hukum dari aparat kepolisian di Jawa Timur.

"Sekarang mulai marak lagi perdagangan produk bajakan di Pasar Atom, terutama produksoftware," kata Wihadi yang dikutip VIVAnewsdari keterangan tertulisnya, Sabtu 24 Oktober 2009.

Bahkan, produk bajakan itu mulai menyebar ke WTC. "Sejak dulu, Pasar Atom susah dikendalikan. Ditambah lagi upaya penegakan hukum mulai menurun seperti sekarang," ujar Wihadi.

Menurut dia, kunci untuk mengatasi pembajakan adalah komitmen bersama para pihak yang terkait, terutama aparat penegak hukum. Bukti nyatanya adalah keberhasilan program pemberantasan pembajakan di Jawa Timur dua tahun silam.

"Karena itu, Polda Jatim pernah mendapat penghargaan dari presiden RI karena upaya penegakan hukum terhadap masalah HKI secara komprehensif," ujar Wihadi.

Sebelumnya, dia mengaku pernah menjadikan kota Surabaya sebagai pilot project upaya penegakan hukum untuk produk film. Proyek tersebut cukup berhasil karena bisa mengurangi hingga 90 persen pedagang produk bajakan di Tunjungan Plaza dan sekitarnya.

"Semula di sekitar Tunjungan Plaza banyak pedagang yang menjual VCD produk musik atau film bajakan. Tetapi, sejak ada program tersebut, pedagang yang menjual produk bajakan menurun drastis hingga 90 persen," tuturnya.

Pekan lalu, Mabes Polri melakukan aksi sweeping terhadap perdagangan produk bajakan di Surabaya. Menurut dia, kasus itu kemudian dilimpahkan ke wilayah kepolisian Surabaya Selatan.

Data Polri terkait penyitaan barang bukti produk optical disc bajakan menyebutkan, pada 2005, sekitar 2,89 juta produk optical disc disita polisi.

Selanjutnya pada 2006 ditemukan 2,47 juta produk sejenis. Sedangkan pada 2007 terdapat 2,14 juta produk, dan 2008 diketahui sekitar 2,64 juta produk yang berhasil disita aparat.

Sementara itu, untuk periode Januari-April 2009 baru 0,219 juta unit yang disita.

Terkait produk film, Wihadi menjelaskan, pembajakan terhadap produk film sudah mengkhawatirkan. Ibarat lampu kuning, industri film nasional harus berhati-hati jika tidak ingin hancur.

Pemicunya adalah pembajakan produk film lokal kini tidak dilakukan oleh industri besar, tapi juga industri rumahan (home industry) dengan menggunakan komputer.

"Dengan modus seperti itu, proses pembajakan produk film jadi lebih mudah dan sulit terdeteksi. Dampaknya, siapa pun di seluruh Indonesia bisa menikmati hasil bajakan tersebut," kata dia.

Pembajakan secara home industry dinilai Wihadi sangat membahayakan industri film nasional. Karena, pasar di Indonesia, terutama di kota-kota kabupaten, yang semestinya menjadi potensi pendapatan industri film nasional, diambil alih oleh produk bajakan.

"Ini ancaman industri kreatif secara langsung," ujar wihadi, yang memaparkan bahwa setiap tahunnya terdapat 80 judul film nasional diproduksi.

Karena itu, pihaknya sedang mmembuat program agar produk film tidak bisa dibajak atau digandakan dengan komputer. Sejauh ini, program tersebut masih dalam proses pengembangan dan menjadi tantangan bagi industri film Indonesia di masa depan.

"Solusi lainnya, kami menjual produk musik atau film original dengan harga murah. Misalnya, untuk VCD musik karaoke kami jual dengan harga Rp 10.000 per keping, sedangkan DVD film Rp 15.000," tutur Wihadi.

 ABUNG FAYSHAL
 3DD01 / 33209817
Sumber : google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar